PERATURAN DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG NOMOR : 3 TAHUN 2000
TENTANG
RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
BUPATI KLUNGKUNG,
Menimbang
|
:
|
a.
bahwa dengan telah
ditetapkannya Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 199 Tahun 1998 tentang
Ruang Lingkup dan Jenis-jenis Retribusi Propinsi dan Kabupaten/Kota,
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan adalah merupakan salah satu jenis
Retribusi Daerah;
b.
bahwa sebagai landasan
hukum untuk memungut retribusi sebagaimana dimaksud pada huruf a, perlu
diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten Klungkung;
|
Mengingat
|
:
|
1.
Undang-undang Nomor 69
Tahun 1958 tentang Pembentukan Daerah-daerah Tingkat II dalam Wilayah Daerah-Daerah
Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1958 Nomor 122, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 1655);
2.
Undang-undang Nomor 49
Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara Tahun
1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2104);
3.
Undang-undang Nomor 8
Tahun 198 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
4.
Undang-undang Nomor 18
Tahun 1997 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3685);
5.
Undang-undang Nomor 22
Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 60,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);
6.
Undang-undang Nomor 25
Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
(Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 72, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3848);
7.
Peraturan Pemerintah
Nomor 20 Tahun 1997 tentang Retribusi Daerah (Lembaran Negara Tahun 1997
Nomor 55; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3692);
8.
Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 1993 tentang Bentuk Peraturan Daerah dan
Peraturan Daerah Perubahan;
9.
Keputusan Menteri
Dalam Negeri Nomor 171 Tahun 1997 tentang Prosedur Pengesahan Peraturan
Daerah tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah;
10. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 174 Tahun 1997 tentang Pedoman
Tata Cara Pemungutan Retribusi Daerah;
11. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 175 Tahun 1997 tentang Pedoman
Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Retribusi Daerah;
12. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 119 Tahun 1998 tentang Ruang
Lingkup dan Jenis-jenis Retribusi Propinsi dan Kabupaten/Kota;
13. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 4/PD/DPRD/1974
tentang Bangunan-bangunan (Lembaran Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali
Tahun 1977 Nomor 59 Seri C Nomor 3);
14. Peraturan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 4 Tahun 1996
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi Daerah Tingkat I Bali (Lembaran
Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Bali Nomor 125 ; Seri C Nomor 1);
15. Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung Nomor 1 Tahun
1987 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Daerah Kabupaten
Daerah Tingkat II Klungkung (Lembaran Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II
Klungkung Tahun 1987 Nomor 15 Seri D Nomor 12).
|
Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
KABUPATEN KLUNGKUNG
MEMUTUSKAN :
|
Menetapkan
|
PERATURAN DAERAH KABUPATEN
KLUNGKUN TENTANG RETRIBUSI IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN
|
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
a.
Daerah adalah Kabupaten Klungkung;
b.
Pemerintah Daerah adalah Pemerintah Kabupaten
Klungkung;
c.
Kepala Daerah adalah Bupati Klungkung;
d.
Pejabat adalah pegawai yang diberi tugas tertentu di
bidang retribusi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
e.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Klungkung
selanjutnya disebut Kepala Dinas;
f.
Badan adalah suatu bentuk badan usaha yang meliputi
Perseroan Terbatas, Perseroan Komanditer, Perseroan lainnya, Badan Usaha Milik
Negara atau Daerah dengan nama dan bentuk apapun, Persekutuan, Perkumpulan,
Firma, Kongsi, Koperasi, Yayasan, atau organisasi yang sejenis, Lembaga, Dana
Pensiun, bentuk usaha tetap serta bentuk badan usaha lainnya;
g.
Retribusi Perijinan tertentu adalah retribusi atas
kegiatan tertentu Pemerintah Daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang
pribadi atau badan dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan
pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam,
barang, prasarana-sarana atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum
dan menjaga kelestarian lingkungan;
h.
Izin Mendirikan Bangunan adalah izin yang diberikan
oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan untuk mendirikan suatu
bangunan, dimaksudkan agar disain pelaksana pembangunan dan bangunan sesuai
dengan rencana tata ruang yang berlaku, sesuai dengan Koefisien Dasar Bangunan
(KDB), Koefisien Luas Bangunan (KLB), Koefisien Ketinggian Bangunan (KKB) yang
ditetapkan dan sesuai dengan syarat-syarat keselamatan bagi yang menempati
bangunan tersebut.
i.
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan yang selanjutnya
disebut retribusi adalah pembayaran atas pemberian izin mendirikan bangunan
oleh Pemerintah Daerah kepada orang pribadi atau badan hukum termasuk merubah
bangunan.
j.
Wajib Retribusi adalah orang pribadi atau badan yang
menurut peraturan perundang-undangan diwajibkan untuk melakukan pembayaran
retribusi.
k.
Masa Retribusi adalah suatu jangka waktu tetentu
yang merupakan batas waktu bagi Wajib Retribusi untuk memanfaatkan izin
mendirikan bangunan.
l.
Bangunan adalah banunan gedung beserta
bangunan-bangunan yang secara langsung merupakan kelengkapan dari bangunan
gedung tersebut dalam batas satu pemilikan.
m.
Mendirikan Bangunan adalah pekerjaan mengadakan
bangunan seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali, menimbun atau
meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan mengadakan bangunan.
n.
Merubah Bangunan adalah pekerjaan mengganti dan atau
menambah bangunan yang ada, termasuk pekerjaan, membongkar yang berhubungan
dengan pekerjaan mengganti bagian bangunan tersebut.
o.
Garis Sempadan adalah garis khayal yang ditarik pada
jarak tertentu sejajar dengan as jalan, as sungai atau as pagar yang merupakan
batas antara bagian kapling atau pekarangan yang boleh dan yang tidak boleh
dibangun bangun-bangunan.
p.
Koefisien Dasar Bangunan adalah bilangan pokok atas
perbandingan antara luas lantai dasar bangunan dengan luas kapling/pekarangan.
q.
Koefisien Lantai Bangunan adalah bilangan pokok atas
perbandingan antara jumlah luas lantai bangunan dengan luas kapling/pekarangan.
r.
Koefisien Bangunan adalah tinggi bangunan diukur
dari permukaan tanah sampai dengan titik teratas dari bangunan tersebut.
s.
Surat Keputusan Retribusi Daerah, yang selanjutnya
disingkat SKRD, adalah surat ketetapan yang menentukan besarnya jumlah
retribusi yang terutang.
t.
Surat Pendaftaran Objek Retribusi Daerah yang
selanjutnya dapat disingkat SPdORD, adalah surat yang digunakan oleh Wajib
Retribusi untuk melaporkan data objek dan wajib retribusi sebagai dasar
perhitungan dan pembayaran retribusi yang terutang menurut peraturan perundang-undangan
retribusi Daerah.
u.
Surat Ketetapan Retribusi Daerah Kurang Bayar
Tambah, yang selanjutnya dapat disingkat SKRDKBT, adalah surat keputusan yang
menentukan tambahan atas jumlah retribusi yang telah ditetapkan.
v.
Surat Ketetapan Retribusi Daerah Lebih Bayar, yang
selanjutnya dapat disingkat SKRDLB, adalah surat keputusan yang menentukan
jumlah kelebihan pembayaran retribusi karena jumlah kredit retribusi lebih
besar dari pada retribusi yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
w.
Surat Tagihan Retribusi Daerah, yang selanjutnya
dapat disingkat STRD, adalah surat untuk melakukan tagihan retribusi dan atau
sanksi administrasi berupa bunga atau denda.
x.
Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan
atas keberatan terhadap SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan, SKRDKBT dan
SKRDLB yang diajukan oleh Wajib Retribusi.
y.
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk
mencari, mengumpulkan, dan mengolah data dan atau keterangan lainnya dalam
rangka pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban retribusi, berdasarkan
peraturan perundang-undangan retribusi Daerah.
z.
Penyidikan tindak pidana di bidang retribusi adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil yang
selanjutnya dapat disebut Penyidik. Untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang retribusi yang terjadi
serta menemukan tersangkanya.
BAB II
PERMOHONAN IZIN BANGUN-BANGUNAN
(1)
Setiap orang/Badan yang akan mendirikan bangunan
wajib mengajukan Surat Permohonan Izin Bangun-bangunan kepada Kepala Daerah.
(2)
Surat Permohonan Izin Bangun-bangunan harus
menjelaskan identitas pemohon, jenis bangun-bangunan, konstruksi dan
bahan-bahan yang dipergunakan, surat tentang status tanah serta dilampiri
gambar konstruksi dan peta situasi lingkungan bangun-bangunan dan syarat-syarat
lain sesuai ketentuan yang berlaku.
(3)
Permohonan izin bangun-bangunan dapat lebih dari
satu bangun-bangunan, apabila yang dimohonkan izin terletak dalam satu
pekarangan atau dalam petak tanah yang ada kaitannya satu sama lain.
Pasal 3
(1)
Kepala Daerah membentuk Tim Penertiban
Bangun-bangunan yang bertugas mengawasi dan memeriksa bangun-bangunan yang akan
didirikan atau yang sudah berdiri.
(2)
Kepala Daerah mengambil keputusan menerima atau
menolak, permohonan izin bangun-bangunan setelah mendapat laporan/pertimbangan
dari Tim dimaksud ayat (1).
(3)
Kepala Dinas mengeluarkan izin bangun-bangunan
setelah mendapatkan persetujuan Kepala Daerah.
BAB III
NAMA, OBJEK DAN SUBJEK RETRIBUSI
Pasal 4
Dengan nama
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan dipungut retribusi sebagai pembayaran atas
pemberian izin mendirikan bangunan.
Pasal 5
(1)
Objek Retribusi adalah pemberian izin mendirikan
bangunan.
(2)
Tidak termasuk objek retribusi adalah pemberian izin
mendirikan bangunan kepada Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat.
Pasal 6
Subjek Retribusi adalah orang pribadi atau badan
yang memperoleh izin mendirikan bangunan.
BAB IV
GOLONGAN RETRIBUSI
Pasal 7
Retribusi Izin Mendirikan Bangunan digolongkan
sebagai Retribusi Perizinan tertentu.
BAB V
CARA MENGUKUR TINGKAT PENGGUNAAN JASA
Pasal 8
(1)
Tingkat penggunaan jasa izin mendirikan bangunan
diukur dengan rumus yang didasarkan atas faktor luas lantai bangunan, jumlah
tingkat bangunan dan rencana penggunaan bangunan.
(2)
Faktor-faktor sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan bobot (koefisien).
(3)
Besarnya koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) ditetapkan sebagai berikut.
a. Koefisien Luas Bangunan
NO
|
LUAS BANGUNAN
|
KOEFISIEN
|
1
2
3
4
5
6
7
8
|
Bangunan dengan luas s/d 50 m2
Bangunan dengan luas s/d 100 m2
Bangunan dengan luas s/d 500 m2
Bangunan dengan luas s/d 1000 m2
Bangunan dengan luas s/d 2000 m2
Bangunan dengan luas s/d 3000 m2
Bangunan dengan luas > 3000 m2
Bangunan dengan luas > 3000 m2
|
0,50
1,00
1,50
2,50
3,50
4,00
4,50
5,00
|
b. Koefisien Tingkat Bangunan
NO
|
TINGKAT BANGUNAN
|
KOEFISIEN
|
1
2
3
4
5
|
Bangunan 1 lantai
Bangunan 2 lantai
Bangunan 3 lantai
Bangunan 4 lantai
Bangunan 5 lantai
|
1,00
1,50
2,50
3,00
4,00
|
c.
Koefisien Guna Bangunan
NO
|
GUNA BANGUNAN
|
KOEFISIEN
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
|
Bangunan sosial
Bangunan perumahan
Bangunan fasilitas umum
Bangunan pendidikan
Bangunan kelembagaan/kantor
Bangunan perdagangan dan jasa
Bangunan industri
Bangunan khusus
Bangunan campuran
Bangunan lain-lain
|
0,50
1,00
1,00
1,00
1,50
2,00
2,00
2,50
2,75
3,00
|
(4)
Tingkat penggunaan jasa dihitung sebagai perkalian
koefisien-koefisien sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a sampai dengan
huruf c.
BAB VI
PRINSIP DAN SASARAN DALAM
PENETAPAN STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF
Pasal 9
(1)
Prinsip dan sasaran dalam penetapan tarif
retribusi didasarkan pada tujuan untuk
menutup sebagian atau sama dengan biaya penyelenggaraan pemberian izin.
(2)
Biaya sebagaimana dimaksud ayat (1) meliputi : biaya
izin bangun-bangunan, pemeriksaan dan pengukuran lokasi, penataan sempadan dan
transportasi dalam rangka pengawasan dan pengendalian.
Pasal 10
(1)
Kepala Dinas wajib menyetorkan retribusi izin
bangun-bangunan kepada Kepala Daerah sesuai mekanisme dan ketentuan yang
berlaku.
(2)
Kepala Instansi pengelola diberikan uang perangsang
sebesar 4 % (empat persen) dihitung dari hasil penerimaan retribusi.
(3)
Kepala Dinas bertanggung jawab atas penyelenggaraan
administrasi penerimaan, penyimpanan dan penyetoran retribusi.
BAB VII
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
STRUKTUR DAN BESARNYA TARIF RETRIBUSI
Pasal 11
(1)
Tarif ditetapkan seragam untuk setiap bangunan
berdasarkan perhitungan biaya tiap meter persegi yang ditetapkan oleh Kepala
Daerah atas usul Kepala Dinas.
(2)
Besarnya tarif retribusi ditetapkan sebesar 0,5 %
(setengah perseratus) dari harga standar permeter persegi bangunan.
BAB VIII
CARA PENGHITUNGAN RETRIBUSI
CARA PENGHITUNGAN RETRIBUSI
Pasal 12
Besarnya
retribusi yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif retribusi
sebagaimana dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) dengan tingkat penggunaan jasa
sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat (4).
BAB IX
WILAYAH PEMUNGUTAN
WILAYAH PEMUNGUTAN
Pasal 13
Retribusi ini dipungut di wilayah Daerah tempat izin
mendirikan bangunan diberikan.
BAB X
Pasal 14
Masa retribusi adalah jangka waktu yang lamanya 6
(enam) bulan.
Pasal 15
Saat
terutangnya retribusi adalah pada saat diterbitkanya SKRD atau dokumen lain
yang dipersamakan.
BAB XI
SURAT PENDAFTARAN
Pasal 16
(1)
Wajib Retribusi wajib mengisi SPdORD.
(2)
SPdORD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib retribusi
atau kuasanya.
(3)
Bentuk, isi serta tata cara pengisisan dan
penyampaian SPdORD sebagaimana dimaksud pasa ayat (1) ditetapkan oleh Kepala
Daerah.
BAB XII
PENETAPAN RETRIBUSI
PENETAPAN RETRIBUSI
Pasal 17
(1)
Berdasarka SPdORD sebagaimana dimaksud pada pasal 13
ayat (1) ditetapkan retribusi terutang dengan menerbitkan SKRD atau dokumen
lain yang dipersamakan.
(2)
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan dan ditemukan
data baru dan atau data semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan
jumlah retribusi yang terutang, maka dikeluarkan SKRDKBT.
(3)
Bentuk, isi dan tata cara penerbitan SKRD atau
dokumen lain yang dipersamakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan SKRDKBT
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB XIII
TATA CARA PEMUNGUTAN
TATA CARA PEMUNGUTAN
Pasal 18
(1)
Pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan.
(2)
Retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD atau
dokumen lain yang dipersamakan, dan SKRDKBT.
BAB XIV
SANKSI ADMINISTRASI
SANKSI ADMINISTRASI
Pasal 19
Dalam hal
wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar,
dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 % (dua persen) setiap
bulan dari retribusi yang terutang atau kurang dibayar dan ditagih dengan
menggunakan STRD.
BAB XV
TATA CARA PEMBAYARAN
Pasal 20
(1)
Pembayaran retribusi yang terutang harus dilunasi
sekaligus.
(2)
Retribusi yang terutang dilunasi selambat-lambatnya
15 (lima belas) hari sejak diterbitkannya SKRD atau dokumen lain yang
dipersamakan, SKRDKBT atau STRD.
(3)
Tata cara pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran
retribusi diatur dengan Keputusan Kepala Daerah.
BAB XVI
TATA CARA PENAGIHAN
Pasal 21
(1)
Retribusi terutang berdasarkan SKRD atau dokumen
lain yang dipersamakan, SDRDKBT, STRD dan Surat Keputusan Keberatan yang
menyebabkan jumlah retribusi yang harus dibayar bertambah, yang tidak atau
kurang dibayar oleh Wajib Retribusi dapat ditagih melalui Badan Urusan Piutang
dan Lelang Negara (BUPLN).
(2)
Penagihan retribusi melalui BUPLN dilaksanakan
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
BAB XVII
KEBERATAN
Pasal 22
(1)
Wajib Retribusi dapat mengajukan keberatan hanya
kepada Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk atas SKRD atau dokumen lain
yang dipersamakan, SKRDKBT dan SKRDLB.
(2)
Keberatan diajukan secara tertulis dalam Bahasa
Indonesia dengan disertai alasan-alasan yang jelas.
(3)
Dalam hal Wajib Retribusi mengajukan keberatan atas
ketetapan retribusi, Wajib Retribusi harus dapat membuktikan ketidakbenaran
ketetapan retribusi tersebut.
(4)
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling
lama 2 (dua) bulan sejak tanggal SKRD atau dokumen lain yang dipersamakan,
SKRDKBT dan SKRDLB diterbitkan, kecuali apabila Wajib Retribusi dapat
menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena keadaan di luar
kekuasaannya.
(5)
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) tidak dianggap sebagai surat
keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.
(6)
Pengajuan keberatan tidak menunda kewajiban membayar
retribusi dan pelaksanaan penagihan retribusi.
Pasal 23
(1)
Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 9
(sembilan) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus memberi keputusan
atas kebenaran yang diajukan.
(2)
Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa
menerima seluruhnya atau sebagian,
menolak, atau menambah besarnya retribusi terutang.
(3)
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah lewat dan Kepala Daerah tidak
memberikan suatu keputusan, keberatan tersebut yang diajukan dianggap
dikabulkan.
BAB XVIII
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PEMBAYARAN
Pasal 24
(1)
Atas kelebihan pembayaaran retribusi, Wajib
Retribusi dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada Kepala Daerah.
(2)
Kepala Daerah dalam jangka waktu paling lama 6
(enam) bulan sejak diterimanya permohonan kelebihan pembayaran retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus memberikan keputusan.
(3)
Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) telah dilampaui dan Kepala Daerah tidak memberikan suatu keputusan,
permohonan pengembalian kelebihan retribusi dianggap dikabulkan dan SKRDLB
harus diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
(4)
Apabila Wajib Retribusi mempunyai hutang retribusi
lainnya, kelebihan pembayaran retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
langsung diperhitungkan untuk melunasi terlebih dahulu utang retribusi
tersebut.
(5)
Pengembalian kelebihan pembayaran retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 2
(dua) bulan sejak diterbitkannya SKRDLB.
(6)
Apabila pengembalian kelebihan pembayaran retribusi
dilakukan setelah lewat jangka waktu 2 (dua) bulan, Kepala Daerah memberikan
imbalan bunga sebesar 2 % (dua persen) sebulan, atas keterlambatan pembayaran
kelebihan retribusi.
Pasal 25
(1)
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
retribusi diajukan secara tertulis kepada Kepala Daerah dengan
sekurang-kurangnya menyebutkan :
a.
nama dan alamat wajib retribusi;
b.
masa retribusi;
c.
besarnya kelebihan pembayaran;
d.
alasan yang singkat dan jelas;
(2)
Permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
retribusi disampaikan secara langsung atau melalui pos tercatat.
(3)
Bukti penerimaan oleh Pejabat Daerah atau bukti
penerimaan pos tercatat, merupakan bukti saat permohonan diterima oleh Kepala
Daerah.
Pasal 26
(1)
Pengembalian kelebihan retribusi dilakukan dengan
menerbitkan Surat Perintah Membayar Kelebihan Retribusi.
(2)
Apabila kelebihan pembayaran retribusi
diperhitungkan dengan utang retribusi lainnya, sebagaimana dimaksud dalam pasal
21 ayat (4), pembayaran dilakukan dengan cara pemindahbukuan dan bukti
pemindahbukuan juga berlaku sebagai bukti pembayaran.
BAB XIX
PENGURANGAN, KERINGANAN DAN
PEMBEBASAN RETRIBUSI
Pasal 27
(1)
Kepala Daerah dapat memberikan pengurangan,
keringanan dan pembebasan retribusi.
(2)
Pemberian pengurangan atau keringanan retribusi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan memperhatikan kemampuan Wajib
Retribusi, antara lain untuk mengangsur.
(3)
Pembebasan retribusi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) antara lain diberikan kepada masyarakat yang ditimpa bencana alam dan atau
kerusuhan.
(4)
Tata cara pengurangan, keringanan dan pembebasan
retribusi ditetapkan oleh Kepala Daerah.
BAB XX
KADALUWARSA PENAGIHAN
Pasal 28
(1)
Hak untuk melakukan penagihan retribusi, kadaluwarsa
setelah melampaui jangka waktu 3 (tiga) tahun terhitung sejak saat terutangnya
retribusi, kecuali apabila Wajib Retribusi melakukan tindak pidana di bidang
retribusi.
(2)
Kadaluwarsa penagihan retribusi sebagaimana dimaksud
ayat (1) tertangguh apabila:
a.
diterbitkan Surat Teguran, atau;
b.
ada pengakuan utang retribusi dari Wajib Retribusi
baik langsung maupun tidak langsung.
BAB XXI
KETENTUAN PIDANA
Pasal 29
(1)
Wajib Retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya
sehingga merugikan Keuangan Daerah diancam pidana kurungan paling lama 6 (enam)
bulan atau didenda paling banyak 4 (empat) kali jumlah retribusi terutang.
(2)
Tindak pidana dimaksud pada ayat (1) adalah
pelanggaran.
BAB XII
PENYIDIKAN
Pasal 30
(1)
Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan
Pemerintah Daerah diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan
penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
(2)
Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah :
a.
menerima, mencari, mengumpulkan dan meneliti
keterangan atas laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidng retribusi
Daerah agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lengkap dan jelas.
b.
meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan
mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan
sehubungan dengan tindak pidana retribusi Daerah.
c.
meminta keterangan dan bahan bukti dari orang
pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang retribusi Daerah.
d.
memeriksa buku-buku, catatan-catatan dan
dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang retribusi Daerah.
e.
melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan
bukti pembukuan, pencatatan dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan
terhadap bahan bukti tersebut.
f.
meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan
tugas penyidikan tindak pidana di bidang Retribusi Daerah.
g.
menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang
meninggalkan ruangan pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa
identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud pada huruf e.
h.
memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak
pidana.
i.
memanggil orang untuk didengar keterangannya dan
diperiksa sebagai tersangka atau saksi.
j.
menghentikan penyidikan.
k.
melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran
penyidikan tindak pidana di bidang retribusi Daerah menurut hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan.
(3)
Penyidik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
memberitahukan dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasil penyidikannya
kepada Penuntut Umum sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
BAB XXIII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 31
Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka
Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Klungkung Nomor 10 Tahun 1991
tentang Uang Izin Bangun-bangunan tidak berlaku lagi.
Pasal 32
Hal-hal yang
belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, sepanjang mengenai pelaksanaannya akan
diatur lebih lanjut dengan Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 33
Peraturan
Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang dapat mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Kabupaten
Klungkung.
Ditetapkan di Semarapura
Pada
tanggal 3 Oktober 2000
BUPATI KLUNGKUNG
Cap ttd.
(TJOKORDA GDE NGURAH)
Diundangkan di Semarapura
Pada tanggal 4 Agustus 2000
SEKRETARIS DAERAH KABUPATEN KLUNGKUNG,
Cap ttd.
(I DEWA GDE PURNAMA)
Lembaran Daerah Kabupaten Klungkung
Nomor 5 Tahun 2000 Seri B Nomor 1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar