Sejarah Desa Adat Dalung

Sejarah Desa Adat Dalung

Sampai saat ini tidak ada pustaka seperti lontar atau sebagainya yang dapat menjelaskan kenapa dikatakan sebagai desa dalung. Namun menurut para pengelingsir dan tetua agama kata dalung itu berasal dari dua kata yaitu kata “Eda” dan “Lung”. Eda yang berarti tidak boleh dan Lung yang berarti rered / terkikis. Yang apabila kata kata tersebut disatukan akan menjadi kata Edalung lama kelamaan menjadi kata Dalung yang berarti tidak akan terkikis.
Selain itu bila dilihat dari babad, berkenaan dengan desa adat dalung, sudah terdapat dibabad mengwi. Karena sudah pasti keberadaan desa Dalung terdapat pada babad kerajaan Mengwi, maka sudah pasti benar dimuat dalam Purana Desa Adat Dalung.
Pada jaman dahulu Jagat mengwi dipimpin oleh Ida I Gusti Agung Nyoman Alangkajeng yang diangkat sebagai raja dengan nama Ida Cokorda Munggu. Pada saat beliau memimpin jagat mengwi, beliau berpegang pada agama, adat , dan budaya, sehingga jagat Mengwi menjadi damai dan sejahtera. Kepada putra putranya, beliau juga memberikan sejumlah wilayah kekuasaan sesuai dengan keinginannya masing masing. Begitu juga dengan putra beliau yang keempat yang bernama I Gusti Gede Meliling, diberikan wilayah kekuasaan di desa Tibubeneng sampai di Padangluwih
Beliau juga disuruh membangun rumah di desa tersebut dan meminang anak dari bendesa Tibubeneng. Dalam Kepemimpinan beliau, semua bawahannya patuh dan hormat pada beliau. Lama kelamaan I Gusti Gede Meliling meninggal, karena itu diadakan upacara Pitra Yadnya. Dari mulai prosesi persiapan upacara sampai upacara Pitra Yadnya selesai, saudara beliau I Gusti Ngurah Gede Tegeh tidak diberitahu tentang upacara tersebut, kemudian beliau sangat marah dan beliau berkelahi di Tibubeneng.

Karena berita perkelahian tersebet, semua putra beliau yang berada di Padang Liwih menyesal tentang keadaan tersebut. Karena berita perkelahian tersebut, sehingga beliau malu pada dirinya sehingga berencanan untuk pindah dari Padang Luwih menuju ke sebelah barat Tukad Yeh Poh sebagai tempat tinggal baru, yang sekarang disebut Desa Adat Tegeh. Saudara beliau yang bernama I Gusti Ngurah Gede Tibung, ikut juga pindah dan mengambil tempat disebelah timur Tukad mati, yang sekarang disebut Desa Adat Kuanji (Sempidi). Beliau juga membanguan tempat suci yang sekarang dikenal sebagai Pura Dalem Tibung (Kangin). Yang disungsung Wadua Banjar Kuanji. Tapi Ida I Gusti Ngurah Gede Tibung tidak lama menetap disana, beliau pindah lagi ke sebelah barat  di Desa Dalung, disana beliau juga membangun pura yang sekarang disebut Pura Dalem Tibung (Kaja). Sepeninggalan beliau dari Kuanji, beliau meninggalkan pengikutnya yang banyaknya 100 orang. 100 orang tersebut merupakan asal mula penduduk Desa Adat Kuanji. Hal tersebut merupakan salah satu ciri yang masih dapat  dilihat sampai sekarang yaitu setiap ada Karya Agung di Pura Kahyangan Tiga Desa Adat Dalung, Ida Bhatara kairing lunga mintar ke Kahyangan Tiga yang berada di Desa Adat Tibubeneng dan ke Kahyangan Tiga Desa Adat Kuanji (Sempidi) dan juga ke Kahyangan Tiga di Desa Adat Padang Luwih dan begitu juga sebaliknya.


Sejarah Desa Adat Dalung

Sejarah atau babad desa dalung tidak dapat terlepas dari sejarah padang luwih, yang berasal dari induknya yaitu sejarah menwi. Sejak kerajaan mengwi diperintah oleh ida I gusti agung nyoman  alangkajeng yang diberi gelar ida cokorda nunggu, dan setelah mangkat digelari betara andewata ring sor ing belimbing, memberikan kekuasaan kepada salah seorang putranya yang bernama I gusti gede meliling yang membangun jero tibubeneng dan berkuasa sampai ke padang luwih. Salah seorang putra I gusti gede meliling bernama I gusti ngurah gede tegeh diberi tempat tinggal di padang luwih. I gusti ngurah gede tegeh yang memulai menbangun tempat yang baru di sebelah barat sungai yeh poh, yang disebut banjar tegeh sekarang.
Perpindahan ini disebabkan oleh terjadinya sengketa antara putra I gusti gede meliling  yang bertempat tinggal di tibubeneng dengan di padang luwih. Awal sengketa ini adalah berasak dari masalah pelebon / pengabenan almarhum I gusti gede meliling oleh putranya yang bertempat tinggal di tibubeneng, yang tidak memberitahukan akan upacara tersebut kepada I gusti ngurah gede tegeh. Tibubeneng diserang dan dihancurkan oleh putra padang luwih.
Sehingga I gusti ngurah gede tegeh meninggalkan padang luwih pindah ke sebelah barat sungai yeh poh, yaitu banjar tegeh sekarang. Tempat yang baru ini menjadi tempat tinggal beliau, dan putra yang lain yaitu I gusti ngurah gede tibung pindah ke sebelah timur tukad mati, kwanji sempidi sekarang.
Berbicara masalah nama dan pembentukan desa dalung, sampai kini belum ada yang menemukan secara tertulis. Berdasarkan petunjuk dan cerita cerita orang tua yang dapat dipercaya bahwa kata dalung berasal dari kata EDA Lung (bahasa bali) yang dalam bahasa Indonesia diartikan dengan Jangan Patah, lama kelamaan kata edalung menjadi dalung
Pembentukan desa dalung maupun yang memerintah pertama kali, berdasarkan dokumen yang ada baru tercatat sejak tahun 1955 pada saat itu desa dalung diperintah oleh I gusti putu naya sampai dengan tahun 1963. Pada masa pemerintahannya tercatat penggabungan dua desa yaitu desa dalung dan desa gaji menjadi satu desa dengan nama desa dalung. Demikian juga di  bidang pembangunan desa belum menampakan  suatu kemajuan yang dirasakan oleh masyarakat, hal ini disebabkan baru merupakan rintisan dan pembenahan pembenahan terhadap desa dan masyarakatnya.
Mulai tahun 1964 sampai dengan tahun 1982 desa dalung diperintah oleh I gusti rai oka bidja. Pada masa kepemimpinan nya terjadi tragedy nasional yang menimpa Negara dan bangsa Indonesia yang menamakan diri gerakan g.30 s / pki.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar